• Home
  • About
    • Profile
    • My Library
  • Contact
  • Privacy
  • Home
  • About
    • Profile
    • My Library
  • Contact
  • Privacy

[Cerita dari Samsat] Mengurus Penggantian SIM Hilang

February 10, 2014

Saya kehilangan SIM C karena tas saya dijambret sewaktu masih bekerja di Bali tahun 2011. Iya, sudah hampir tiga tahun yang lalu hilangnya! Selain malas untuk mengurus pembuatan SIM baru, saya juga lebih banyak tinggal di Singapura jadi tidak memerlukan SIM C. Jika saya sedang berada di Jakarta dan menggunakan motor, saya hanya membawa copy SIM dan surat keterangan kehilangan dari kepolisian.

Pada mudik ke Jakarta kali ini saya putuskan untuk mengurus penggantian SIM yang hilang. Selain untuk menghindari tilang juga karena masa berlakunya sudah habis (yang terbaca dari copy SIM saya) pada Desember 2013.

10 tahun yang lalu saya membuat SIM C pertama kali dengan bantuan biro jasa. Pertimbangan saya dulu karena saya tidak tahu apa-apa tentang cara membuat SIM, lagi pula saya butuh SIM secepat mungkin. Dulu saya dikenakan harga Rp 500.000 dan hanya diminta copy KTP tanpa mengisi formulir apa pun. Saya diantar jemput ke kantor Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat) untuk foto saja, dan beberapa menit kemudian SIM C sudah ada di tangan saya.

Tentu saja kali ini saya juga tidak mau repot! Kalau bisa mudah kenapa pilih yang susah?? Hehehee… 😀 Saya lalu mendatangi sebuah sekolah menyetir yang juga biro jasa pembuatan SIM. Mereka memasang harga Rp 700.000 untuk pembuatan SIM baru A dan C. Hmm… wajar sih kalo harga sudah naik, tapi kok harganya sama antara SIM A dan C? Mereka bilang ribetnya sama, dan sekarang sulit untuk membuat SIM di luar prosedur karena diawasi oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Jadi meskipun lewat “jalan belakang” kita tetap disyaratkan mengikuti tes tertulis dan praktek, namun nanti hasil tesnya langsung LULUS!

Saya bilang pada mereka bahwa saya sudah pernah punya SIM jadi seharusnya harganya tidak segitu. Mereka bilang kalau SIM hilang harus buat lagi dari awal seperti SIM baru. Ah, tentu saja saya tidak percaya! Malas juga kalau harus ikut tes pura-pura, apalagi mereka tidak mau antar jemput ke Samsat. Kita hanya diberi nomor handphone orang yang “membantu” kita untuk janjian ketemu di Samsat. Sama juga ribet! Saya memutuskan tidak jadi memakai biro jasa.

Menurut informasi tukang ojek dan tetangga, katanya SIM hilang bisa diurus di mobil SIM & STNK keliling asalkan kita masih memiliki copy SIM dan surat kehilangan dari polisi. Setelah searching di google saya mendapatkan spot mobil SIM & STNK keliling ada di depan Taman Makan Pahlawan Kalibata. Sebenarnya ada di tempat lain juga namun cuma daerah Kalibata yang saya tahu.

Esok paginya saya pun meluncur ke tempat mobil SIM tersebut. Sampai di sana sudah banyak orang yang mengantri untuk memperpanjang SIM. Ketika saya tanyakan pada petugas, ternyata penggantian SIM hilang tidak bisa diurus di mobil SIM keliling. Saya harus mengurusnya ke kantor Samsat di jalan Daan Mogot, Jakarta Barat. Saya disarankan agar sampai di sana jam delapan pagi untuk menghindari antrian panjang.

Hari sabtu jam 06.00 pagi saya sudah meninggalkan rumah menuju Jalan Daan Mogot. Saya memilih hari Sabtu untuk menghindari kemacetan. Kali ini saya tidak naik motor karena jarak antara rumah ke jalan Daan Mogot lumayan jauh, apalagi sedang musim hujan. Sudah lama saya tidak naik kendaraan umum untuk jarak jauh, jadi mau coba lagi merasakan naik bus dan angkot.

Ternyata menggunakan kendaraan umum lebih capek dari yang saya bayangkan! Saya harus ganti kendaraan sampai lima kali untuk sampai ke tujuan. Penyebabnya karena bus yang saya tunggu tidak kunjung datang hingga saya memilih naik bus lain supaya lebih cepat sampai. Seperti yang sering terjadi, bus yang saya naiki tidak sampai tujuan hingga saya harus turun mengganti bus lain. Parahnya lagi, supir bus yang sudah saya minta untuk menurunkan saya di depan kantor Samsat SIM tidak ingat pesan saya. Saya pun harus turun dan putar balik dengan naik angkot. Perjuangan banget deh buat sampai ke tujuan!

Saya pun tiba di depan jalan menuju kantor Samsat. Banyak tukang ojek yang mangkal di situ. Mereka menyapa menawarkan ojek sekaligus bantuan untuk membuat SIM. Lho, katanya sudah nggak ada calo?? Kok ternyata masih ada ya?? Karena tekad saya sudah bulat untuk mengurus SIM sesuai prosedur maka saya pun hanya tersenyum dan menggelengkan kepala pada mereka.

Setelah melewati pintu gerbang, mulailah kebingungan melanda. Saya tengok kanan kiri berusaha mencari tanda-tanda atau tulisan, tapi yang saya lihat hanya gerombolan orang-orang saja. Tidak ada tulisan apa pun mengenai informasi pembuatan SIM. Setelah memperhatikan sekeliling, akhirnya saya mendatangi sebuah pos/ruangan yang berisi beberapa orang berseragam polisi.

Saya: “Pak, kalo mau urus SIM hilang di mana??” (saya mengeluarkan surat kehilangan dan copy SIM).
Polisi “Oh, bikin surat kesehatan dulu, terus bayar di BRI di gedung sana!” (pak polisi menunjuk ke arah sebuah gedung berwarna biru).
Saya: “Oh gitu, makasih pak.”
Saya berjalan ke arah gedung biru, tiba-tiba bapak polisi tadi memanggil saya.
Polisi: “Hey dek, bikin surat kesehatannya di sebelah, bayar dulu di situ!”
Dalam hati: “Ah kupret!” Saya balik lagi.

Di sebelah pos tadi saya lihat banyak orang mengantri di sebuah loket. Setelah bertanya pada petugas, saya pun ikut mengantri di loket itu yang ternyata adalah loket pembayaran tes kesehatan. Setelah membayar sebesar Rp 25.000 dan memberi copy KTP, saya diberi sebuah formulir yang tidak perlu diisi sendiri. Formulir itu harus dibawa ke ruang sebelah loket untuk menjalani tes kesehatan.

Ketika tiba giliran saya tes kesehatan, mereka mempersilahkan saya duduk di depan sebuah tembok. Lalu mereka menyalakan semacam proyektor dan saya harus membaca huruf-huruf dan angka-angka pada tembok tersebut. Oh, ternyata tes mata! Dengan mudah saya membaca deretan huruf dan angka pada tembok. Dua orang petugas wanita di situ tampak tak peduli dengan apa yang saya ucapkan. Matanya pun tidak memperhatikan saya atau tembok, dia sibuk mencoret-coret formulir saya. Tak lama formulir dikembalikan pada saya dan saya disuruh keluar untuk mengikuti tahapan selanjutnya.

Jadi, jika mata Anda kurang jelas melihat huruf dan angka pada tembok, ucapkan saja secara asal-asalan, mereka tidak memperhatikan kok, yang penting ada ucapan dari mulut Anda dan Anda akan lulus! Dalam bayangan saya sebelumnya, tes kesehatan pasti akan diperiksa tekanan darah, jantung, dan mata. Ternyata dugaan saya salah! Saya heran mengapa tidak ada tes buta warna?? Bukankah tes itu sangat penting bagi pengendara? Biaya tes kesehatan (baca: tes mata) sebesar Rp 25.000 terasa menjadi mahal karena hanya untuk membaca selama beberapa detik saja.

Saya membawa hasil tes kesehatan ke gedung biru. Di dalam gedung sangat ramai oleh orang-orang yang lalu lalang, duduk, berdiri, dan mengisi formulir. Di sini kembali saya harus bertanya. Tidak jelas juga yang mana petugasnya. Saya bertanya pada siapa saja yang ada di dekat saya. Kali ini saya harus membayar biaya pembuatan SIM. Saya dikenakan biaya Rp 75.000 (dianggap biaya perpanjangan karena SIM saya hilang, bukan pembuatan SIM pertama kali).

Setelah membayar biaya perpanjangan SIM, saya masih harus ke loket lainnya untuk membayar asuransi. Biaya asuransi sebesar Rp 30.000 berlaku selama lima tahun atau sesuai dengan masa berlaku SIM. Pengendara motor yang kecelakaan hingga masuk rumah sakit atau meninggal akan mendapatkan asuransi sebesar Rp 2.000.000 (saja).

Biaya SIM dan asuransi sudah lunas. Kemana lagi ya?? Lagi-lagi harus bertanya pada orang-orang. Serba tidak jelas! Pokoknya di sini berlaku peribahasa “Malu bertanya sesat di Samsat”. Untungnya orang Indonesia termasuk enak untuk urusan tanya-menanya, pasti dijawab meski kadang jawabannya ngaco hehehee… Setelah bertanya pada cleaning service (sepertinya, gak yakin juga sih), saya harus ke loket lain untuk mengambil formulir yang harus diisi dengan data-data saya.

Selesai mengisi formulir saya bertanya lagi pada orang dan disuruh untuk memasuki ruangan berikutnya. Ketika memasuki pintu, petugas bertanya apa keperluan saya. Untuk kehilangan SIM saya disuruh menuju lantai dua untuk dilihat apakah data SIM lama saya masih tersimpan pada database mereka. Kalau data sudah tidak ada berarti saya harus membuat SIM dari awal dengan mengikuti tes lagi.

Sampai di lantai dua saya menyerahkan formulir, copy SIM, dan surat kehilangan ke loket. Saya disuruh menunggu di ruang sebelah loket. Ketika saya masuk ke ruangan, di dalam sudah banyak orang yang menunggu, dan semua laki-laki. Menunggu petugas mencari data cukup lama juga. Saya pun akhirnya ikut mendengarkan obrolan bapak-bapak yang ada di sana.

Bapak A: “Ini hari Sabtu, gak ada orang Kuningan!”
Bapak B: “Orang Kuningan??” (gak ngerti)
Bapak A: “Ya itu, kemarin petugas saya kasih 500 ribu gak mau! Pada takut!”
Bapak C: “Oh tapi tadi banyak tuh yang gak nunggu kayak kita gini, katanya udah gak bisa “lewat tol” gitu?”
Bapak A: “Ya ini Sabtu, orang Kuningan libur. Kemarin saya dibilangin kalo mau “lewat tol” hari Sabtu aja!”
Bapak B: “Oh… KPK??” (baru nyambung).
Bapak C: “Emang mending “lewat tol” kalo mau cepet, kalo pake ikut tes gak bakal dilulusin juga, harus datang berkali-kali.” 
Bapak A: “Lah iya, wong yang buat tes itu mobil ama motor rusak! Saya kemarin ikut tes, baru jalan udah nabrak! Setirnya aneh! Sengaja biar kita ikut sekolah nyetir di sini…” (garuk-garuk kepala).
Bapak C: “Pembalap juga gak bakal lulus ikut tes di sini !” (geleng-geleng kepala).
Saya ngakak! 😀

Saking lamanya menunggu akhirnya saya mengajak ngobrol seorang anak muda di sebelah saya, masih kuliah. Entah kenapa saya kok jadi cerita tentang website serba50ribu.com dan blog saya. Kayaknya saya memang punya jiwa marketing wkwkwkwk… “Oh ngeblog juga ya, Mbak? Pantesan tadi foto-foto formulir, mau dimasukin ke blog ya??” Eh, ada yang perhatiin saya juga rupanya! 😀

Setelah menguap berkali-kali dan hampir tertidur, akhirnya nama saya dipanggil juga. Petugas loket bilang bahwa data saya sudah selesai dicek dan saya disuruh membawa formulir ke loket lain di lantai bawah. Saya buru-buru turun ke bawah. Seperti sebelumnya, tidak jelas juga yang mana loketnya karena ada banyak loket. Saya mendatangi salah satu loket dan menyerahkan formulir. Untung loketnya benar. Petugas loket kemudian memberi potongan kecil dari formulir saya dan menyuruh saya untuk foto dan rekam sidik jari di ruangan lain.

Ketika menemukan loket bertuliskan “Rekam Sidik Jari” saya langsung ikut mengantri. Seorang lelaki yang berada di depan saya memberitahu saya bahwa saya bisa ke loket nomor 16 yang khusus wanita. Saya kemudian berputar-putar mencari loket tersebut, tapi tidak ada tulisannya! Seorang Ibu yang baru datang bertanya pada saya di mana loket 16, karena saya juga tidak tahu akhirnya kami bertanya pada “SPG Laminating” yang ada di dekat kami.

Singkat cerita sampailah kami di depan ruang foto khusus wanita. Seorang polwan berwajah judes sibuk di balik mejanya. Saya duduk di sebelah dua orang wanita bule yang sudah datang terlebih dahulu. Setelah menunggu beberapa saat saya mulai curiga karena tidak ada aktivitas apa-apa dan si polwan diam saja.

Saya akhirnya bertanya: “Ibu, kita perlu nomor antrian??”  
Polwan (menjawab tanpa menengok): “Taruh di meja formulirnya!”

Yaelaaaahh… kenapa nggak dikasih tahu dari pertama kita masuk?? Setelah potongan formulir terkumpul di meja, satu-persatu dipanggil untuk difoto dan direkam sidik jarinya (jempol kanan). Seorang wanita bule yang dari tadi menunggu malah belum juga dipanggil untuk difoto. Ketika dia bertanya dalam bahasa Indonesia, si Polwan menjawab dengan judes, “Datanya belum diinput! Tunggu aja!!!” Dengan wajah kesal wanita bule itu kembali duduk.

Selesai difoto saya harus menuju ke ruangan nomor 32 tapi tidak dijelaskan untuk keperluan apa. Menurut orang-orang yang ada dalam ruangan 32 itu, kita disuruh menunggu sampai nama kita dipanggil. Jika nama kita dipanggil, kita keluar ke loket di depan ruang 32 untuk mengambil SIM. Tidak lama kemudian nama saya pun di panggil. Dengan terburu-buru saya menuju ke depan loket untuk mengambil SIM baru saya.

Perasaan senang saya seketika hilang ketika melihat SIM yang sudah ada di tangan saya. Saya kecewa sekali dengan kualitas SIM yang saya dapatkan. Hasil print-nya jelek sekali, seperti memakai ink cartridge yang rusak! Fotonya gelap dan bergaris putih, tulisan juga bergaris putih, dan sidik jari tidak jelas (terlihat seperti bulatan hitam saja). Pokoknya jelek sekali, seperti SIM palsu!

Ya sudahlah, mau diapakan lagi? Yang penting saya punya SIM. Seorang “SPG Laminating” di dekat saya menyapa menawarkan jasa melaminating SIM. Tanpa menengok saya menjawab, “SIM-nya aja jelek, buat apa dilaminating??” Saya pun setengah berlari ingin segera pulang. Lelah…

. . . . .

Catatan:

Biaya pembuatan SIM:

Jenis

Baru

Perpanjangan

SIM A

Rp 120.000

Rp 80.000

SIM BI

Rp 120.000

Rp 80.000

SIM BII

Rp 120.000

Rp 80.000

SIM C

Rp 100.000

Rp 75.000

SIM D

Rp   50.000

Rp 30.000

SIM Internasional

Rp 250.000

Rp 225.000

Tes kesehatan

Rp 25.000

Asuransi

Rp 30.000

Dokumen yang dibutuhkan:
SIM baru: copy KTP 4 lembar dan pasfoto.
SIM perpanjangan: copy KTP 4 lembar dan SIM asli.
SIM hilang: copy KTP 4 lembar, surat kehilangan dari kepolisian, dan copy SIM (jika ada).

form-sim

Salam,
Desi Sachiko

Penting:
Artikel ini dibuat pada bulan Februari 2014.
Perubahan persyaratan/peraturan bisa saja terjadi sewaktu-waktu.

Baca Juga:
[Cerita dari Imigrasi] Mengurus Paspor dengan KTP Daerah di Imigrasi Jakarta

*

Suka artikel ini? Silakan bagikan:

 
 
 Tweet  
HilangIndonesiajakartaKendaraanLalu LintasMobilMotorPengurusanPolisiSamsatSIM
Share

Info & Tips

You might also like

[Covid-19] Stop Traveling Sementara
March 12, 2020
[Corona Virus] Singapore Aman Gak, Sih??
February 8, 2020
Ribet dan Mahalnya Punya Mobil di Singapura
August 1, 2019

11 Comments


danisupr4
July 18, 2014 at 12:15 pm
Reply

Saya baru kehilangan dompet semalam, infonya sangat sangat berguna mba, makasih ya 🙂



leni
October 12, 2014 at 11:33 pm
Reply

Waduh mbak saya yg baca pegalaman Mbak aja sdh pusing apa lagi kalau nhalamin sendiri….Bisa PIngsan Aku:-(
Ya itu parahnya birokrasi kita dan sampai kapan agar bisa lebih baik??



iis
September 5, 2015 at 9:26 am
Reply

Terimakasih sist.. membantu bgt infonya.. krn q juga kehilangan SIM n STNK.. mau coba sndr tanpa pake calo.. emang sich klo pake calo lbh gampang n cepet, tp mahal bgt klo pake calo… dan baru tau trnyta hr sabtu buka samsatnya ^_^



beni prihatno
September 17, 2015 at 11:19 am
Reply

Sis sy pun mkin bernasib sama kalau mengurus makanya mau berangkat ngurus jd malas duluan krna ribednya entah kalau skarang sdh berganti kapolrinya n presidenya sy mau coba seperti apa nantinya di sna mks info ceritanya siss



pay
September 26, 2015 at 3:15 pm
Reply

Sist msh ada calo gk dsna



Panji M
January 20, 2016 at 11:27 pm
Reply

Kak Desi, pernah tinggal di bali ya? Aku baru mulai tinggal di sana.. lagi libur nih.. ada kontak yg bisa aku hubungi kah? Email mungkin? By email jg gpp..



Panji M
January 20, 2016 at 11:29 pm
Reply

Kak Des.. pernah tinggal di bali ya? Aku baru mulai tinggal di sana.. lagi libur kuliah aja balik nih haha.. ada kontak yg bisa aku hubungi kah? Email mungkin? By email jg gpp.. thx..



Edy junaedi
January 28, 2016 at 1:58 pm
Reply

Bagus, cerita pengalamannya detail sekali. Thanks ya



arya
April 29, 2016 at 11:21 pm
Reply

Terima kasih atas infonya. Mudah-mudahan menjadi amal yang baik anda, Aamiin…… Ijin copy ya ?



Jaja
December 18, 2018 at 12:25 pm
Reply

Ka ktp sy juga ikut ilang jdi saya sudah buat resi baru.. jdi Fcpy Resi Ktp nya 4 lembar ya ??



Allay Fachlevy
February 13, 2019 at 7:13 pm
Reply

Masa iya mbak.?? Ga tipu nih cerita.? Ngarang aja ah.
Masa sih mengurus kehilangan sim bisa di samsat.?
Setau saya, kalau sim hilang urusnya di satpas.
Kalau di samsat untuk mengurus stnk.!



Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

  • Jika Anda beretika, Anda melakukan share artikel bukan copy paste :)

  • AKU VAKSIN COVID DI SINGAPURA

    https://youtu.be/wQ4mIKyLgTM
  • YouTube Channel

  • Facebook

    Facebook Pagelike Widget
  • Recent Posts

    • Inilah Mengapa Saya Kurang Suka Instagram May 24, 2021
    • Kerja Keras Doang Nggak Cukup, YouTuber Perlu Hoki Juga! May 22, 2021
    • Nikah dengan Bule, Haruskah Pakai Nama Keluarga Suami? May 14, 2021
    • Jangan Katakan Ini Pada Wanita yang Mengalami Keguguran May 9, 2021
    • Cuma Modal Kulit Hitam Doang Bisa Dapat Bule?? February 15, 2021
  • Recommended Posts

    • Ribet dan Mahalnya Punya Mobil di Singapura
    • [Covid-19] Cara Mengurangi Resiko Tertular Virus
    • Cara Memakai dan Melepas Masker yang Benar
    • Bukan Cuma di Instagram, Dari Dulu Sudah Ada Endorse di Blog
    • Ketika Vlog Mulai Menyingkirkan Blog, Haruskah Blogger Hijrah Jadi Vlogger??
    • Jangan Melaminating Dokumen
    • Traveling Bawa Banyak Barang? Beli Bagasi dong!
    • Minta Oleh-Oleh Udah Gak Zaman!
    • Hal-Hal yang Harus Dipikirkan Sebelum Masuk ke Zona TTM
    • Tips Anti Gagal Move On
    • Enaknya Jadi Jomblo
    • Mampukah Anda Memaafkan?
    • Menolong Orang Lain Tanpa Menyakiti
    • Pengalaman Menghilangkan Panas Cabai di Tangan
  • Categories

    • Buleuforia & Mixed Marriage
    • Campur
    • Cinta & Wanita
    • Highlight
    • Info & Tips
    • Internet & Media Sosial
    • Karir & Bisnis
    • Note to Self & Curhat
    • Parenting & Family
    • Tempat & Traveling



© Copyright Desi Sachiko 2012-2021